Pasti ada perasaan takut, marah bahkan geram ketika mendengar kata terror, apalagi jika ditambahkan kata ‘isme’. Setidaknya memang, terorisme, menjadi suatu fenomena yang mendunia, menyita perhatian dunia dan menjadi bahan perbincangan public. Namun sangat miris, karena selama ini tindak terorime selalu dikaitkan dengan Islam. Yang selalu tertulis di surat kabar atau tersiar di berita : terorisme yang dilakukan oleh suatu organisasi Islam…bla bla bla……. Apakah Islam pernah mengajarkan kekerasan dan anarkisme ?
Jika ada yang beranggapan bahwa ‘terorisme’ adalah sikap mulia, adalah jihad besar, maka dia salah besar. Dari mana dia memperoleh referensi mengenai hal itu? Apakah mereka tak menyadari atau bahkan acuh ketika orang Islam sendiri menjadi korbannya ? Begitukah cara dakwah Islam ? Apakah sudah tidak ada cara lagi untuk menyebarkan syariat Islam selain dengan kekerasan ? Namun, kita juga tak berhak mengklaim pelaku bom bunuh diri itu mati sia-sia ataupun berstatus syahid, karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Jihad merupakan suatu sikap spiritual (berasal dari kata mujahadah) dan termasuk dalam ranah kesufistikan –bukan medan laga- Jihad sendiri ada 3 macam tingkatan :
- Jihad al akbar (Jihad besar) yaitu Jihadunnafsi (mujahadah/memerangi hawa nafsu)
- Jihad al ashghor, contohnya adalah perang Badar
- Jihad al afdlol (jihad yang paling utama yaitu sebuah keberanian menggunakan pikiran untuk membangun sebuah kebenaran.
Salah satu syarat yang membenarkan jihad perang adalah darul harbi – ketika suatu Negara diperbolehkan perang- Lalu bagaimana suatu Negara bisa dikategorikan darul harbi. Saya tidak mempunyai kapasitas untuk menjelaskan hal ini. Namun, ada sedikit penjelasan yang saya dapat dari suatu seminar dan mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dimengerti.
Saat itu Narasumber mengatakan, pernahkah mereka berdakwah di Kafe Bali yang mereka bombardir dengan serangan bom ? Pertanyaan tersebut sekaligus memberikan pemahaman yang begitu luas (bisa dicerna sendiri jawabannya, saya bingung menuliskannya). Perizinan boleh perang yakni ketika orang Islam didzalimi / dijahati (madzlum) –QS. Al-Hajj : 39-40). Termasuk kriteria didzalimi seperti orang Islam diusir dari negaranya sendiri, kalau hanya dipukul / “dijundu” / diludahi bukan termasuk madzlum yang menyebabkan kebolehan jihad perang. Jihad dalam hal ini juga harus ada komando dari ulil amri (penguasa) –secara mutlak-. Selagi hijrah memungkinkan, maka tak boleh angkat senjata. (Palestina sudah bisa dikategorikan darul harbi?)
Pada masa Rosululloh SAW, pernah ada sahabat yang akan ikut berperang. Sahabat tersebut ditanya oleh Rosul : Apakah kamu masih mempunyai orang tua ? Sahabat menjawab : Ya, Rosululloh, Ibu saya masih hidup. Rosululloh bersabda : Kembalilah pada Ibumu, sesungguhnya berbakti pada orang tua itu juga merupakan jihad’ Rosulullah sendiri dilarang Allah untuk berperang kecuali setelah diserang. Rosululloh juga tidak diperkenankan berperang dalam keadaan emosi (ketika sahabat Hamzah dibunuh secara sadis oleh kafir –Q.S an Nahl-). Perjanjian damai dan genjatan senjata pun sering dilakukan Rosululloh sebagai salah satu strategi berdakwah, tidak melulu dengan perang dan menyerang. Dalam firman-Nya, Allah juga melarang Rosulullah SAW, menyerang sebelum diserang, membunuh wanita, anak-anak dan lansia serta tidak menyerang orang yang tidak membawa senjata.
Tentu saja tindakan terorisme itu bukan jihad –pasti!!!- Terakhir, aku tulis besar-besar dicatatanku, JIHAD BUKAN PILIHAN, TAPI SEBUAH KETERPAKSAAN. Wallahu A’lam
0 komentar:
Silahkan untuk memberikan komentar di sini...