Jumat, 28 Oktober 2011

Menuju Baitullah (2-end)


Photobucket 
Juni 2011
Setelah menempuh perjalanan yang sangat amat jauh, kami sampai di tanah Haram Makkah, tepatnya di Masjidil Haram sekitar jam 00.30 waktu Makkah dan langsung menuju hotel al-Karomah yang letaknya, alhamdulillah, sangat dekat dengan Masjidil Haram. Rasa capek setelah menempuh perjalanan panjang pun menghilang.
Tak lama kemudian, kami bersiap-siap melaksanakan thawaf. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Masjidil Haram sambil membaca do’a yang dipimpin muthowwif, hati rasanya tak karuan, senang banget. Setelah menuruni beberapa tangga, aku benar-benar telah melihat Ka’bah yang sesungguhnya, bukan hanya gambar atau di TV. Ka’bah benar-benar indah, aku seperti di alam imajinasi, ditambah dengan gemerlap lampu yang mengelilinginya, suasana yang benar-benar sulit digambarkan. Suara-suara dzikir mengagungkan asma-Nya terus menggema, ribuan umat Islam terus berputar (thawaf) mengelilingi Ka’bah tanpa henti, seakan tertarik oleh kekuatan magnet. Disitu, umat Islam akan terus berputar dan tak akan pernah berhenti selama dunia masih berputar. SubhanAllah...
Kami pun memulai thawaf tepat di lampu hijau, lurus dengan hajar aswad. Bismillahirrohmanirrohim
لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك ان الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك
Kami pun terbawa dalam arus keharuan, dan perasaan yang benar-benar bahagia.
Setelah rampung pelaksanaan thawaf, kami pun menuju ke tempat sa’i. Rombongan kami sudah mulai terpencar, tapi alhamdulillah aku masih bisa bersama keluargaku. Ternyata, di tempat sa’i pun sangat ramai dan tidak seperti yang aku bayangkan. Dalam benakku sebelumnya, jarak antara shafa dan Marwah itu tidak terlalu jauh, tapi ternyata jaraknya di luar yang aku perkirakan. Namun, hal itu sudah tentu tidak menurunkan semangat umat Islam untuk malaksanakan ibadah ini, termasuk aku. Kami memulai sai di bukit Marwah dan membaca doa yang sudah tertera dalam buku panduan.
Alhamdulillah sekitar pukul 02.00, kami telah menyelesaikan semua rukun ihram umroh yakni, niat ihrom (saat di miqat), thawaf, sai dan tahallul. Kami tidak langsung pulang, tapi menunggu waktu shubuh untuk melaksanakan sholat berjamaah dengan umat Islam dari berbagai penjuru dunia.
Ka'bah pada malam hari
Di dalam Masjidil Haram

Jam besar dekat Masjidil Haram (tapi aku g' tahu namanya...)

Hari berikutnya....
Pada hari ini, aku sekeluarga berinisiatif melakukan thawaf sunnah. Jadi, kami tak perlu memakai pakaian ihrom dan mengambil miqot. Kami berangkat bersama dari tempat menginap. Sesampai di masjidil Haram, kami langsung mengampil tempat tepat di garis lurus hajar aswad untuk memulai thawaf. Matahari sangat terik, tapi suasananya tidak terlalu sesak seperti thawaf yang pertama.
Meski tidak terlalu berdesakan, tetap saja kami akhirnya berpencar. Aku bersama ibu dan bibi, dan sepertinya adikku bersama ayah. Pada awal putaran, kami agak menjauh dari Ka’bah, kemudian setiap putaran kami terus berusaha mendekati Ka’bah. Tak lama kemudian, kami berhasil mendekati pintu Ka’bah dan ternyata ayah dan adik sudah berada disitu. Sambil menahan badan agar tidak terbawa arus, kami memanjatkan do’a diantara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad (atau lebih dikenal Multazam). Sekali lagi, suasana begitu berbeda, berdoa di Multazam benar-benar membuat air mata terus mengalir. Meski tempat penuh sesak, para jama’ah berada dalam kekhusyuan, tidak ada satupun jama’ah yang tak meneteskan air mata.
Multazam (tempat antara Hajar Aswad dan pintu Ka'bah)
Kemudian, kami melanjutkan ke Hijr Ismail dan sholat sunnah disana. Sampai disana, kami mencari tempat untuk melaksanakan sholat sunnah. Sungguh tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin karena ternyata masih ada ruang kosong, aku berusaha masuk, tak lama kemudian, aku baru menyadari kalau ibu sudah tidak bersamaku lagi. Aku sempat panik, tapi aku tetap berusaha untuk menempati ruang kosong di Hijr Ismail dan tentu saja yakin kalau ibu juga pasti berada disini. Setelah melaksanakan sholat dan berdoa, aku segera bangkit karena jama’ah semakin banyak.
Benar saja, saat aku keluar dari Hijr Ismail, aku bertemu dengan ibu dan juga bibi.

Mencium Hajar Aswad
Selanjutnya, kami memutuskan menuju hajar aswad. Tidak seperti di tempat lain, tempat disekitar hajar aswad lebih penuh sesak. Tentu saja karena banyaknya para jama’ah yang ingin mencium hajar aswad seperti halnya yang dilakukan Rasulullah. Kami terhimpit diantara para jama’ah yang lebih besar, terutama dari kawasan yang penduduknya berperawakan tinggi dan besar, sangat kontras dengan kami. Tiba-tiba ada dua orang wanita yang menawari kami untuk membantu, kurasa mereka berasal dari Sunda. Meski membutuhkan waktu yang agak lama dan berat, akhirnya kami mendekati hajar aswad juga. Pemandangan para jama’ah yang saling berebut terlihat begitu jelas, juga wajah sumringah yang telah mencium hajar aswad.

Tiba-tiba terjadi keributan dan adu mulut antara wanita tadi dengan jama’ah wanita lain dari negara berbeda. Aku tak tahu apa yang diucapkan oleh perempuan yang dari negara lain, tapi aku paham kalau mereka bertengkar karena masalah tempat. Perempuan senegaraku tadi bicara dalam bahasa Sunda dengan sangat keras. Cukup lama mereka adu mulut, aku hanya bisa melihatnya prihatin.

Perempuan tadi terus menarik kami agar bisa mendekati hajar aswad. Aku terus membaca sholawat fatih dalam hati, agar kami dibukakan segala kemudahan. Ibuku berhasil berdiri didepan hajar aswad dan aku dibelakang beliau. Ibu bisa mencium separuh hajar aswad, karena tidak bisa menggapainya. Setelah itu, giliranku dan aku harus bisa. Meski sudah di depan mata, ternyata tidak mudah dan alhamdulillah, dengan perasaan berbunga-bunga aku mencium hajar aswad dan membaca sholawat. Hanya sesaat, karena suasana begitu sesak. Semantara bibi masih berusaha untuk sampai ke hajar aswad, aku mundur perlahan-lahan dan keluar menuju ke tempat yang lebih longgar. Aku tidak bisa membantu bibi, karena situasinya benar-benar tidak memungkinkan.

Alhamdulillah, akhirnya kami bisa berkumpul kembali dan berhasil mencium hajar aswad. Kedua wanita tadi datang kepada kami dan meminta “bayaran” atas bantuannya pada kami seikhlasnya. Aku sempat kaget, tapi bagaimanapun juga, mereka telah menawarkan bantuan meski kami tidak memintanya. Belakangan aku tahu bahwa keberadaan orang-orang mereka sudah sering dibicarakan di Tanah Air. Dan hanya ada satu kalimat yang aku ucapkan, Alhamdulillahirobbil ‘alamin.....
Hajar Aswad
06 Juli 2011
Tiba juga waktu perpisahan dengan kota Makkah, yakni pelaksanaan thowaf wada’. Kami memutuskan untuk melaksanakannya sebelum dzuhur, karena sebelum ashar harus sudah check out. Rasanya berat banget meninggalkan kota suci ini. Selamat jalan Makkah, semoga kami bisa mengunjungimu di tahun-tahun berikutnya... Amiin ya Robb....

06 Juli 2011
Seperti sebelumnya, kami menuju Jeddah untuk perjalanan pulang. Kali ini, aku pengen berbagi beberapa pemandangan di Jeddah yang begitu mengagumkan. Please enjoy it...
Air mancur yang ketinggiannya mencapai 20 m





Kami juga mengunjungi Masjid "terapung" yang terletak di tepi laut merah.


Demikian ceritaku, mudah-mudahan cerita ini berulang kembali,
dan semoga kita semua diberi kesempatan berkunjung ke rumah-Nya.
Amiiiin.....
 

Related Posts by Categories



0 komentar:

Silahkan untuk memberikan komentar di sini...

  • Jika tidak ingin menampilkan atau tidak memiliki website/URL, pilih profile Name/URL, isi Name dan kosongi URL
  • Terima Kasih...
  •